Sabtu, 13 Oktober 2012

Realita Pendidikan Kita


        Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan membentuk latihan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991) Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Poerbakawatja dan Harahap dalam Muhibbin Syah (2001) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatan. Dalam hal ini tentu proses itu membutuhkan beragam hal untuk menyukseskan pendidikan itu sendiri, mulai dari pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana, juga beragam faktor yang berpengaruh dalam proses pendidikan ini.
Merunut pada kenyataan di lapangan berbagai aspek yang menunjang pendidikan baik sekolah dasar, sekolah menengah, pendidikan tinggi apalagi pendidikan seumur hidup atau pendidikan sepanjang hayat masih jauh panggang daripada api. Pendidik, peserta didik, isi, metode, lingkungan, dan banyak hal lain yang masih bertentangan dengan apa yang dicita-citakan para founding father bangsa kita dulu. Bukan tanpa usaha memang namun usaha yang dilakukan kini kurang dapat dimaksimalkan karena metal kita yang masih jauh menuju metal perubahan yang beradab untuk menembus cakrawala pendidikan yang maha luas ini.
Peserta didik yang notabene merupakan sentral dari pendidikan itu sendiri memiliki keinginan yang rendah dalam bidang apapun. Seringkali mereka bersekolah hanya pergi ke sekolah mendengarkan guru ceramah kemudian pulang. Hanya sebatas itu, tidak ada keinginan keras untuk berinisiatif belajar sendiri, memecahkan berbagai problematika yang ada, atau minimalnya belajar memaknai hakikat pendidikan yang sebenarnya.
Hal ini memang bukan hanya terjadi di bangsa Indonesia, namun mudahnya kita bercermin pada bangsa kita sendiri saja yang realitanya sangat dekat dan terlihat nyata. Contoh kecil lainya adalah rendahnya minat baca dikalangan siswa yang menyebabkan rendahnya juga ilmu pengetahuan yang dimiliki, seringkali kantin di sekolah lebih ramai daripada perpustakaan. Gedung perpustakaan yang mewah dengan berbagai fasilitas dan ratusan bahkan ribuah buku sama sekali tidak menggiurkan bagi para pelajar negeri kita ini. Ditambah lagi berbagai ejekan yang mungkin muncul ketika seseorang sering bertandang ke perpustakaan yang semakin memperkecil minat siswa untuk membaca menggali lautan ilmu di dalam buku. Keadaan ini yang disinyalir karena belum adanya atmosfer belajar yang baik di lingkungan pendidikan kita.
Keadaan lain yang sangat disayangkan adalah ketika banyak siswa yang malah berkeliaran di jalanan ketika jam pelajaran sedang berlangsung, tentu kita tidak bisa terus berbaik sangka jika berbagai kelompok siswa yang jelas-jelas memakai atribut sekolah berada di halte bis, merokok, dari pagi hingga menjelang berakhirnya jam pelajaran. Kegiatan ini tak jarang mewarnai kehidupan jalan protokol kota-kota besar. Keadaan ini diperparah lagi dengan beragam akibat buruk yang ditimbulkan mereka seperti munculnya geng-geng pelajar yang memicu beragam konflik diantara mereka, salah satunya konflik berupa pertentangan fisik, bernama tauran pelajar. Mengerikan memang namun kita tidak bisa menutup mata, realitas itu ada.
Seperti yang diungkapkan oleh Noeng Muhadjir (1994) bahwa pada hakikatnya aktivitas pendidikan selalu berlangsung dengan melibatkan unsur subyek atau pihak-pihak sebagai aktor penting. Aktor penting itu disebut sebagai subjek penerima di satu pihak dan subjek pemberi di pihak lain dalam suatu interaksi pendidikan. Dalam praktiknya, subyek penerima adalah peserta didik, sedangkan subjek pemberi adalah pendidik.
Jika tadi mengupas bagaimana realita peserta didik, maka yang tak kalah penting kita juga perlu mencermati bagaimana realita yang terjadi pada pendidik. Tak bisa dipungkiri bahwa gelar pahlawan tanpa tanda jasa bagi seorang guru memang patut diberikan, terutama bagi ia para penyebar ilmu dipelosok negeri yang seringkali tak tersentuh oleh tangan-tangan penguasa. Namun, kadangkala pendidik kini memiliki moral yang cukup mengkhawatirkan, mereka melakukan hal-hal yang jelas tidak pantas dilakukan oleh orang yang oleh masyarakat diberi label orang yang harus digugu dan ditiru.
Sebutlah saja, pada saat pelaksanaan Ujian Nasional, dengan dalil saking sayangnya pada anak didik mereka mengabaikan integritasnya sebagai guru dengan membocorkan soal atau bahkan menjual kunci jawaban pada siswanya. Padahal hakikat sayang yang sesungguhnya tidak terletak pada hal yang demikian, tetapi pada pengajaran budi pekerti untuk anak didiknya sehingga tercipta insan yang dibutuhkan oleh bangsa, negara, dan juga agama.
Perubahan mendasar mutlak dibutuhkan disini, baik perbaikan dari pendidik maupun peserta didik. Lebih ditekankan pada perbaikan mental yang merupakan dasar, jika mentalnya sudah mantap bukan hal yang mustahil pendidikan di Indonesia lebih maju dari negara-negara yang sekarang memegang kendali dunia.
Pada dasarnya berbagai macam permasalahan bangsa ini terletak pada mental. Indonesia penuh Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme karena memeng kita sudah dilatih dan dibiasakan bermental korup sehingga korupsi mendarah daging. Begitu pula dalam dunia pendidikan mental mencari ilmu dan mengembangkan ilmu pendidikan masih sangat minim, sehingga diperlukan beragam konsep terbaik yang dapat membantu memperbaiki konsisi pendidikan kita saat ini.
Solusi lain yang ditawarkan adalah menginternalisasikan pendidikan karakter, bagi siswa maupun guru yang mengajarkannya. Penanaman nilai luhur yang dulu telah diimplementasikan nyata oleh pendiri kita, tidak ada salahnya digali dan diamalkan kembali oleh kita selaku generasi penerusnya. Nilai luhur itu katakanlah kejujuran, kata yang sangat lekat di telinga kita, dengan bersikap jujur dalam tindakan, ucapan, pikiran, dan perasaan percayalah tak akan ada lagi contek masal dikalangan siswa dan ta akan ada lagi pemaalsuan ijasah dan berbagai problematika yang sesungguhnya mencoreng pendidikan di negeri kita tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar