Sabtu, 13 Oktober 2012

Kemerosotan Moral dan Efektivitas Pendidikan Karakter pada Mahasiswa


Pendidikan karakter bertujuan untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik, yang seharusnya ditanamkan sejak dini. Lalu efektifkah pendidikan karakter yang kini marak digalakan di perguruan tinggi?

            Tentu diperlukan tinjauan menyeluruh dalam mengamati penerapan pendidikan karakter di perguruan tinggi. Namun setidaknya ditemukan tiga pokok permasalahan mengenai kemerosotan moral dan pendidikan karakter di universitas, yakni masalah moral bangsa, penyimpangan sosial pada mahasiswa, dan ketidakefektifan pendidikan karakter di perguruan tinggi.

Moral Bangsa
Kemerosotan moral bangsa tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, namun telah menjamur hingga pelosok negeri. Indikator yang bisa dijadikan dasar acuan kemerosotan moral bangsa Indonesia dapat terlihat dari memudarnya nilai-nilai luhur yang dulu dijunjung tinggi. Salah satu contoh yang paling mudah adalah menurunnya rasa hormat terhadap orang tua. Terlepas dari pola-pola perilaku yang berkembang dari hubungan anak dan orang tua, secara keseluruhan orang tua yang mengeluhkan “kekurangajaran” anaknya banyak terdengar.
Hal ini berarti nilai-nilai menghormati orang tua berubah ke arah yang negatif. Hal diatas adalah sebagian contoh terkecil dari bangsa ini, yakni keluarga. Belum lagi jika dilihat secara makro, tentu akan lebih banyak lagi, diantaranya menurunnya rasa takut dan malu kepada Sang Pencipta. Akibatnya perbuatan sewenang-wenang terjadi, dari desa hingga ibukota, seperti pemerkosaan, perampokan, penipuan dan lain-lain.
Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara dan filsafat bangsa tampaknya sudah tidak dihiraukan lagi. Masyarakat sudah terlalu jauh melangkah ke arah modernisasi sehingga melupakan nilai-nilai moral. Tidak salah jika kini Pancasila hanya diucapkan dalam kata namun dikhianati dalam perilaku.
            Demonstrasi anarkis yang dilakukan mahasiswa, menunjukkan bahwa kaum intelektual yang seharusnya memberikan cerminan positif justru melakukan tindakan yang tidak mencerminkan intelektualitasnya. Para pendemo merusak fasilitas umum yang dibangung oleh uang rakyat dan harus dibangun kembali apabila terjadi carut marut, bukankah sama saja dengan merusak keuangan negara yang belum stabil.
Demonstrasi memang perlu dilakukan untuk menyambungkan aspirasi rakyat yang tidak didengar oleh pemangku trias politika negeri ini. Alangkah eloknya apabila demonstrasi yang dilakukan adalah demonstrasi yang aman, damai, dan tanpa dibumbui unsur anarkisme.

Penyimpangan Sosial
            Penyimpangan sosial di kalangan mahasiswa pun patut dijadikan sorotan. Sudah tidak asing lagi perbuatan asusila yang dilakukan mahasiswa, seperti homoseksual yang kian marak, free seks yang tidak terkendali, juga peniruan karya orang lain (plagiat). Semoga saja ini bukan budaya para agent of change tetapi hanya oknum yang merupakan minoritas dari mahasiswa itu sendiri.
            Penyimpangan ini tidak terlepas dari proses meniru yang berkiblat ke barat. Miris memang saat mereka lebih mengelu-elukan nilai kebebasan dan melupakan nilai-nilai asli Indonesia yang seharusnya menjadi identitas diri.
           
Pembentukan Karakter
            Pembentukan karakter setiap individu berbeda-beda. Ada yang sudah mulai pembentukan karakter sejak pranatal (sebelum dilahirkan), ketika dilahirkan, pada usia 4 tahun, bahkan ada pendapat pembentukan karakter seseorang dimulai ketika menemukan pasangan. Namun, senagian besar menyebutkan bahwa pembentukan karakter dimulai sejak dini. Oleh karena itu keefektifan pendidikan karakter di perguruan tinggi dirasa kurang berdampak besar. Sebab sebagian besar karakter mahasiswa sudah terbentuk sejak lahir hingga menginjak usia dewasa.
           
            Solusi yang ditawarkan memang beragam. Kemerosotan nilai-nilai moral bisa diselesaikan dengan cepat dan efektif. Diantaranya dengan mengganti mind set bahwa pendidikan bukan hanya untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga mentransfer nilai-nilai, dengan adanya transfer nilai ini diharapkan nilai-nilai yang mulai dilupakan akan dapat digali, ditemukan, dan diamalkan kembali oleh generasi muda yang ada.
            Upaya lain adalah dengan memberikan teladan bagi generasi masa kini. Karena apa? Generasi kita sekarang ini memiliki krisis untuk memilih siapa yang akan mereka contoh atau siapa yang akan memberikan tuntutan keteladanan, yang pada akhirnya mereka salah meniru. Mereka mengimitasi bahkan hingga mengidentifikasi artis-artis baik dalam maupun luar negeri yang keteladannya patut dipertanyakan. Hilangnya panutan jelas berpengaruh besar yang dapat kita rasakan kini.
            Pendidikan karakter juga jelas dapat dijadikan alternatif solusi namun penerjemahan dalam tindakan nyata kurang dapat terealisasi. Efektifitas pendidikan karakter di Perguruan Tinggi yang seolah-olah “memaksa” hanya akan sia-sia. Saat karakter mahasiswa saat usia mahasiswa.
Jangan sampai pendidikan karakter yang dielu-elukan oleh berbagai universitas ini hanyalah dijadikan salah satu mata kuliah syarat kelulusan saja, tetapi juga benar-benar bisa menjadi usaha pemecahan masalah kemerosotan moral di kalangan mahasiswa pada khususnya dan semua generasi muda pada umumnya. Karena dengan mengubah pemuda kita dapat menggebrak dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar