Pendidikan karakter bertujuan untuk
menumbuhkembangkan karakter yang baik, yang seharusnya ditanamkan sejak dini.
Lalu efektifkah pendidikan karakter yang kini marak digalakan di perguruan tinggi?
Tentu diperlukan tinjauan menyeluruh
dalam mengamati penerapan pendidikan karakter di perguruan tinggi. Namun
setidaknya ditemukan tiga pokok permasalahan mengenai kemerosotan moral dan pendidikan
karakter di universitas, yakni masalah moral bangsa, penyimpangan sosial pada
mahasiswa, dan ketidakefektifan pendidikan karakter di perguruan tinggi.
Moral Bangsa
Kemerosotan moral bangsa tidak hanya terjadi di
kota-kota besar saja, namun telah menjamur hingga pelosok negeri. Indikator
yang bisa dijadikan dasar acuan kemerosotan moral bangsa Indonesia dapat terlihat
dari memudarnya nilai-nilai luhur yang dulu dijunjung tinggi. Salah satu contoh
yang paling mudah adalah menurunnya rasa hormat terhadap orang tua. Terlepas
dari pola-pola perilaku yang berkembang dari hubungan anak dan orang tua,
secara keseluruhan orang tua yang mengeluhkan “kekurangajaran” anaknya banyak
terdengar.
Hal ini berarti nilai-nilai menghormati orang tua berubah
ke arah yang negatif. Hal diatas adalah sebagian contoh terkecil dari bangsa
ini, yakni keluarga. Belum lagi jika dilihat secara makro, tentu akan lebih
banyak lagi, diantaranya menurunnya rasa takut dan malu kepada Sang Pencipta.
Akibatnya perbuatan sewenang-wenang terjadi, dari desa hingga ibukota, seperti
pemerkosaan, perampokan, penipuan dan lain-lain.
Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara dan
filsafat bangsa tampaknya sudah tidak dihiraukan lagi. Masyarakat sudah terlalu
jauh melangkah ke arah modernisasi sehingga melupakan nilai-nilai moral. Tidak
salah jika kini Pancasila hanya diucapkan dalam kata namun dikhianati dalam perilaku.
Demonstrasi anarkis yang dilakukan
mahasiswa, menunjukkan bahwa kaum intelektual yang seharusnya memberikan
cerminan positif justru melakukan tindakan yang tidak mencerminkan
intelektualitasnya. Para pendemo merusak fasilitas umum yang dibangung oleh
uang rakyat dan harus dibangun kembali apabila terjadi carut marut, bukankah
sama saja dengan merusak keuangan negara yang belum stabil.
Demonstrasi memang perlu dilakukan untuk
menyambungkan aspirasi rakyat yang tidak didengar oleh pemangku trias politika
negeri ini. Alangkah eloknya apabila demonstrasi yang dilakukan adalah
demonstrasi yang aman, damai, dan tanpa dibumbui unsur anarkisme.
Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial di kalangan
mahasiswa pun patut dijadikan sorotan. Sudah tidak asing lagi perbuatan asusila
yang dilakukan mahasiswa, seperti homoseksual yang kian marak, free seks yang tidak terkendali, juga
peniruan karya orang lain (plagiat). Semoga saja ini bukan budaya para agent of change tetapi hanya oknum yang
merupakan minoritas dari mahasiswa itu sendiri.
Penyimpangan ini tidak terlepas dari
proses meniru yang berkiblat ke barat. Miris memang saat mereka lebih
mengelu-elukan nilai kebebasan dan melupakan nilai-nilai asli Indonesia yang seharusnya
menjadi identitas diri.
Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter setiap individu
berbeda-beda. Ada yang sudah mulai pembentukan karakter sejak pranatal (sebelum
dilahirkan), ketika dilahirkan, pada usia 4 tahun, bahkan ada pendapat
pembentukan karakter seseorang dimulai ketika menemukan pasangan. Namun, senagian
besar menyebutkan bahwa pembentukan karakter dimulai sejak dini. Oleh karena
itu keefektifan pendidikan karakter di perguruan tinggi dirasa kurang berdampak
besar. Sebab sebagian besar karakter mahasiswa sudah terbentuk sejak lahir
hingga menginjak usia dewasa.
Solusi yang ditawarkan memang
beragam. Kemerosotan nilai-nilai moral bisa diselesaikan dengan cepat dan
efektif. Diantaranya dengan mengganti mind
set bahwa pendidikan bukan hanya untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi
juga mentransfer nilai-nilai, dengan adanya transfer nilai ini diharapkan
nilai-nilai yang mulai dilupakan akan dapat digali, ditemukan, dan diamalkan
kembali oleh generasi muda yang ada.
Upaya lain adalah dengan memberikan
teladan bagi generasi masa kini. Karena apa? Generasi kita sekarang ini
memiliki krisis untuk memilih siapa yang akan mereka contoh atau siapa yang
akan memberikan tuntutan keteladanan, yang pada akhirnya mereka salah meniru.
Mereka mengimitasi bahkan hingga mengidentifikasi artis-artis baik dalam maupun
luar negeri yang keteladannya patut dipertanyakan. Hilangnya panutan jelas
berpengaruh besar yang dapat kita rasakan kini.
Pendidikan karakter juga jelas dapat
dijadikan alternatif solusi namun penerjemahan dalam tindakan nyata kurang
dapat terealisasi. Efektifitas pendidikan karakter di Perguruan Tinggi yang
seolah-olah “memaksa” hanya akan sia-sia. Saat karakter mahasiswa saat usia
mahasiswa.
Jangan sampai pendidikan karakter yang dielu-elukan
oleh berbagai universitas ini hanyalah dijadikan salah satu mata kuliah syarat
kelulusan saja, tetapi juga benar-benar bisa menjadi usaha pemecahan masalah
kemerosotan moral di kalangan mahasiswa pada khususnya dan semua generasi muda
pada umumnya. Karena dengan mengubah pemuda kita dapat menggebrak dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar